SELAMAT DATANG DI SITUS BIDAN SMART HELSE NOPIANA

1.30.2011

Robekan Jalan Lahir




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan sering kali mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka-luka biasanya ringan, tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perinium. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum perlu dilakukan setelah pembedahan pervaginam.
Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.
B. Rumusan Masalah
“Bagaimana penatalaksanaan dalam menangani perlukaan jalan lahir”
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari kami mempelajari makalah ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam tentang perlukaan jalan lahir.
2. Tujuan khusus
1. Mengetahui pengertian dari perlukaan jalan lahir
2. Mengetahui etiologi perlukaan jalan lahir
3. Mengetahui patofisiologi perlukaan jalan lahir
4. Mengetahui tanda dan gejala perlukaan jalan lahir
5. Mengetahui penatalaksanaan medis perlukaan jalan lahir


D. Manfaat
Manfaat dari mempelajari kasus ini adalah :
1. Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat mempeerluas khasanah ilmu yang lebih luas terutama dalam menangani pasien dengan kasus perlukaan jalan lahir.
2. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan agar dapat mengerti tentang perlukaan jalan lahir.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Robekan Jalan Lahir
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan lahin terdiri dari :
1. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk perinium (Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna (Cunningham, 1995).
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perinium, sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna.
LukaPerinium
Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999).
Luka perinium, dibagi atas 4tingkatan :
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perinium
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum
2. Robekan Serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depan dan bibir belakang servik dijepit dengan klem fenster kemudian serviks ditariksedidikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung untuk menghentikan perdarahan.

3. Rupture Uteri
Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen.
Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya rupturauteri.
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal )
Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. (Obstetri dan Ginekologi).
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara :
a. Menurut waktu terjadinya
 R. U. Gravidarum
Waktu sedang hamil. Sering lokasinya pada korpus
 R. U. Durante Partum
Waktu melahirkan anak. Ini yang terbanyak
b. Menurut lokasinya:
 Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi
 Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya
 Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
 Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina
c. Menurut robeknya peritoneum
 R. U. Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium) ; dalam hal ini terjadi hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis
 R. U. Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke lig.latum
d. Menurut etiologinya
 Ruptur uteri spontanea
Karena dinding rahim yang lemah dan cacat bekas seksio sesarea, bekas miomectomia, bekas perforasi waktu keratase.
Pembagian rupture uteri menurut robeknya dibagi menjadi :
a) Ruptur uteri kompleta
 Jaringan peritoneum ikut robek
 Janin terlempar ke ruangan abdomen
 Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
 Mudah terjadi infeksi
b) Ruptura uteri inkompleta
 Jaringan peritoneum tidak ikut robek
 Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
 Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
 Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma

B. Etiologi (penyebab)
1. Robekan perinium
Umumnya terjadi pada persalinan
a) Kepala janin terlalu cepat lahir
b) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c) Jaringan parut pada perinium
d) Distosia bahu
2. Robekan serviks
a) Partus presipitatus
b) Trauma krn pemakaian alat-alat operasi
c) Melahirkan kepala pd letak sungsang scr paksa, pembukaan blm lengkap
d) Partus lama
3. Ruptur Uteri
a) Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
b) induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama
c) presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ). ( Helen, 2001 )
d) panggul sempit
e) letak lintang
f) hydrosephalus
g) tumor yg menghalangi jalan lahir
h) presentasi dahi atau muka

C. Patofisiologi
1. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginial.
3. Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multiparaberbeda daripada yang belum pernah melahirkan per vaginam. Robekan serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.
4. Rupture Uteri
a) Ruptura uteri spontan
 Terjadi spontan dan seagian besar pada persalinan
 Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan

b) Ruptur uteri trumatik
 Terjadi pada persalinan
 Timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstraksi farsep, ekstraksi vakum, dll
c) Rupture uteri pada bekas luka uterus
Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.
D. Tanda dan Gejala
1. Robekan jalan lahir
Tanda dan Gejala yang selalu ada :
a) Pendarahan segera
b) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi hir
c) Uterus kontraksi baik
d) Plasenta baik
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada
a) Pucat
b) Lemah
c) Menggigil
2. Rupture Uteri
Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
a. Dramatis
 Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak
 Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
 Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
 Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
 Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu
 Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul
 Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu
 Bagian janin lebih mudah dipalpasi
 Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
 Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).
b. Tenang
 Kemungkinan terjadi muntah
 Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
 Nyeri berat pada suprapubis
 Kontraksi uterus hipotonik
 Perkembangan persalinan menurun
 Perasaan ingin pingsan
 Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )
 Perdarahan vagina ( kadang-kadang )
 Tanda-tanda syok progresif
 Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi mungkin tidak dirasakan
 DJJ mungkin akan hilang
 Penatalaksanaan Medis
E. Penatalaksanaan
1. Penjahitan robekan servick
a. Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan anti septik ke vagina dan serviks
b. Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak dibutuhkan padasebasian besar robekan serviks. Berikan petidin dan diazepam melalui IV secara perlahan (jangan mencampur obat tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan ketamin untuk robekan serviks yang tinggi dan lebar
c. Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk membantu mendorong serviks jadi terlihat
d. Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks, jika perlu
e. Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan hati–hati. Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan.
f. Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas robekan) yang seringkali menjadi sumber pendarahan.
g. Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglikolik 0.
h. Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan forcep arteri atau forcep cincin. Pertahankan forcep tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat pendarahan karena upaya tersebut dapat mempererat pendarahan. Selanjutnya :
 Setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan dikeluarkan.
 Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep.

2. Penjahitan robekan vagina dan perenium
Terdapat empat derajat robekan yang bisa terjadi saat pelahiran, yaitu :
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dan jaringan ikat
Tingkat II : Robekan mengenai mukosa vagina, jaringan ikat, dan otot dibawahnya tetapi tidak menenai spingter ani
Tingkat III : robekan mengenai trnseksi lengkap dan otot spingter ani
Tingkat IV : robekan sampai mukosa rectum.


3. Penjahitan robekan derajat I dan II
Sebagian besar derajat I menutup secara spontan tanpa dijahit.
a) Tinjau kembali prinsip perawatan secara umum.
b) Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, jika perlu.
c) Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
d) Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
e) Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk memastikan bahwa tidak terdapat robekan derajat III dan IV.
- Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus
- Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.
- Periksa tonus otot atau kerapatan sfingter
f) Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau DTT
g) Jika spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan derajat III dan IV.
h) Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan
4. Penjahitan robekan perineum derajat III dan IV
Jahit robekan diruang operasi
a) Tinjau kembali prinsip perawatan umum
b) Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan dapat dilakukan menggunakn anastesi lokal dengan lignokain dan petidin serta diazepam melalui IV dengan perlahan ( jangan mencampurdengan spuit yang sama ) jika semua tepi robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang terjadi.
c) Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
d) Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.

e) Untuk melihat apakah spingter ani robek.
Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus
- Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.
- Periksa permukaan rektum dan perhatikan robekan dengan cermat.
f) Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT
g) Oleskan larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi fekal, jika ada.
h) Pastikan bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-obatan terkait.
i) Masukan sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5 % kebawah mukosa vagina, kebah kulit perineum dan ke otot perinatal yang dalam.
j) Pada akhir penyuntikan, tunggu selama dua menit kemudian jepit area robekan denagn forcep. Jika ibu dapat merasakan jepitan tsb, tunggu dua menit algi kemudian lakukan tes ulang.
k) Jahit rektum dengan jahitan putus-putus mengguanakan benang 3-0 atau 4-0 dengan jarak 0,5 cm untuk menyatukan mukosa.
l) Jika spingter robek
- Pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis ( sfingter akan beretraksi jika robek ). Selubung fasia disekitar sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik dengan klem.
- Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.
m) Oleskan kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.
n) Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan untuk memastikan penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT.
o) Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit.


5. Perbaikan rupture uterus
a) Tinjau kembali indikasi.
b) Tinjau kembali prinsip prawatan umum, prinsipperawatan operasi dan pasang infus IV.
c) Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis.
• Ampisilin 2g melalui IV.
• Atau sefazolin 1g melalui IV.
d) Buka abdomen
• Buat insisi vertikalgaris tengah dibawah umbilikus sampai kerambut pubis melalui kulit sampai di fasia.
• Buat insisi vertikal 2-3 cm di fasia.
• Pegang tepi fasia dengan forcep dan perpanjang insisi keatas dan kebawah dengan menggunakan gunting.
• Gunakan jari atau gunting untuk memisahkan otot rektus (otot dinding abdomen )
• Gunakan jari untuk membuka peritoneum dekat umbilikus. Gunakan gunting untuk memperpanjang insisi ke atas dan ke bawah guna melihat seluruh uterus. Gunakan gunting untuk memisahkan lapisan peritoneum dan membuka bagian bawah peritoneum dengan hati-hati guna mencegah cedera kandung kemih.
• Periksa area rupture pada abdomen dan uterus dan keluarkan bekuan darah.
• Letakkan retraktor abdomen.
e) Lahirkan bayi dan plasenta.
f) Infuskan oksitoksin 20 unit dalam 1L cairan IV ( salin normal atau laktat ringer ) dengan kecepatan 60 tetes permenit sampai uterus berkontraksi, kemudian kurangi menjadi 20 tetes permenit.
g) Angkat uterus keluar panggul untukmelihat luasnya cedera.
h) Periksa bagian depan dan belakang uterus.
i) Pegang tepi pendarahan uterus denganklem Green Armytage ( forcep cincin )
j) Pisahkan kandungan kemih dari segmen bawah uterus dengan diseksi tumpul atau tajam. Jika kandung kemih memiliki jaringan parut sampai uterus, gunakan gunting runcing.
6. Rupture sampai serviks dan vagina
a) Jika uterus robek sampai serviks dan vagina, mobilisasi kandung kemih minimal 2cm dibawah robekan.
b) Jika memungkinkan, buat jahitan sepanjang 2cm diatas bagian bawah robekan serviks dan pertahankan traksi pada jahitan untuk memperlihatkan bagian-bagian robekan jika perbaikan dilanjutkan.
7. Rupture meluas secara lateral sampai arteria uterine
a) Jika rupture meluas secara lateral sampai mencederai satu atau kedua arteri uterina, ikat arteri yang cedera.
b) Identifikasi arteri dan ureter sebelum mengikat pembuluh darah uterus.
8. Rupture dengan hematoma ligamentum latum uteri
a) Jika rupture uterus menimbulkan hematoma pada ligamentum latum uteri, pasang klem, potong dan ikat ligamentum teres uteri.
b) Buka bagian anterior ligamentum atum uteri.
c) Buat drain hematoma secara manual, bila perlu.
d) Inspeksi area rupture secara cermat untuk mengetahui adanya cedera pada arteria uterina atau cabang-cabangnya. Ikat setiap pembuluh darah yang mengalami pendarahan.

9. Penjahitan robekan uterus
a) Jahit robekan dengan jahitan jelujur mengunci (continous locking ) menggunakan benang catgut kromik (atau poliglikolik)0. Jika perdarahan tidak terkandali atau jika ruptur melalui insisi klasik atau insisi vertikal terdahulu, buat jahitan lapisan kedua.
b) Jika rupture terlalu luas untuk dijahit, tindak lanjuti dengan histerektomi.\
c) Kontrol pendarahan dalam, gunakan jahitan berbentuk angka delapan.
d) Jika ibu meminta ligasi tuba, lakukan prosedur tsb pada saat ini.
e) Pasang drain abdomen
f) Tutup abdomen.
• Pastikan tidak ada pendarahan. Keluarkan bekuan darah dengan menggunakan spons.
• Pada semua kasus, periksa adanya cedera pada kandung kemih. Jka teridentifikasi adanya cedera kandung kemih, perbaiki cedera tsb.
• Tutup fasia engan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik (poliglikolik).
• Jika terdapat tanda-tanda infeksi, tutup jaringan subcutan dengan kasa dan buat jahitan longgar menggunakan benang catgut ( poligkolik ) 0. Tutup kulit dengan penutupan lambat setelah infeksi dibersihkan.
• Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras vertikal menggunakan benang nelon ( sutra ) 3-0 dan tutup dengan balutan steril.

BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN NY.Z G2P1A0 DI RUMAH BERSALIN

I. PENGKAJIAN
A. Identitas
Nama klien : Ny.Z Nama Suami : Tn. M
Umur : 25 Tahun Umur : 29 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Kebangsaan : Indonesia Kebangsaan : Indonesia
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan
Alamat kantor : - Alamat kantor : -
Alamat rumah : Jl. Ciledug Raya No. 12

Manajemen kala I
B. Anamnesa pada tanggal : 01-Novemberl-2010 Pukul : 23.30WIB
Oleh : Mahasisiwi Helse Nopiana
1. Keluhan utama pada waktu masuk
• Ibu mengatakan nyeri di punggung perut terasa kenceng – kenceng semakin sering sejak tanggal 01 November 2010 pukul 10.00 WIB dan mengeluarkan lendir bercampur darah dari kemaluannya.


2. Riwayat kehamilan ini
2.1. Riwayat Menstruasi
Hari pertama haid terakhir tanggal : 01-02-2010 pasti / tidak
Lamanya : 5 hari
Banyaknya : 2 kali ganti pembalut/hari
Haid sebelumnya tanggal : 01-01-2010 Lamanya : 5 hari
Banyaknya : 2 kali ganti pembalut/hari
Konsistensi : cair
TP : 08-11-2010
2.2. Pergerakan fetus dirsakan pertama kali usia kehamilan 18 minggu
Pergerakan fetus dalam 24 jam terakhir > 15 kali
2.3 Keluhan yang di rasakan pada kehamilan ini : tidak ada
2.4 Tanda-tanda persalinan :
His positif Sejak pukul 10.00 WIB Frekuensi : 2x10’
Lamanya 30 detik Kekuatan : sedang
2.5 Pengeluaran pervaginam
Darah/ Air ketuban/ darah lender, jumlah ± 60 cc Warna : Merah
2.6 Riwayat imunisasi TT : TT1 : 12 Juni 2010
TT2 : 12 Juli 2010

2.7 Buang air besar dan buang air kecil (kapan terakhir, ciri khas)
BAB terakhir pukul : 19.00 WIB, tgl 01 November 2010. Konsistensi semi padat, tidak ada keluhan.
BAK terakhir pukul :23.30 WIB, tgl 01 November 2010. Warna kuning jernih bau khas urine dan tidak ada keluhan.

3. Riwayat kehamilan

No
Tgl / Tahun
Persalinan
Tempat
Pertolongan
Usia
Kehamilan
Jenis
Persalinan
Penolong
Penyakit
Kehamilan dan Persalinan
Anak

Jenis
Klamin BB PB Keadaan
1

.2 12-2-2005

Hamil ini BPS Aterm Spontan Bidan - Laki-
laki 2900 gram 49
cm Hidup, sehat

C. Pemeriksaan
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Keadaan umum : Baik
3. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 MmHg Denyut nadi : 84x/menit
Suhu tubuh : 36,5ºC Pernafasan : 24x/menit teratur
4. Tinggi badan : 160 cm
5. Pemeriksaan fisik :
5.1. Muka : Kelopak mata : Baik, tidak oedema
Konjungtiva : Baik, tidak pucat
Sklera : Tidak ikterik
5.2. Mulut dan gigi : Lidah dan geraham : Bersih dan tidak berlubang
Gigi : Bersih, lengkap, tidan caries
5.3 Kelenjar thyroid : Pembesaran kelenjar : Tidak ada
5.4 Kelenjar getah bening : Pembesaran : Tidak ada
5.5 Dada :
Jantung : tidak ada kelainan yang tampak
Paru : tidak ada ronkhi, tidak ada bunyi bising, pernafasan teratur.
Payudara : Pembesaran : Ya, kanan dan kiri
Puting susu : Menonjol, kanan dan kiri
Simetris : Ya, kanan dan kiri
Benjolan : Tidak ada
Pengeluaran : Ada, colostrum
Rasa nyeri : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
5.6 Punggung dan pinggang
Posisi tulang belakang : Lordosis gravidarum
Pinggang (nyeri ketuk ) : Tidak ada
5.7 Ekstremitas atas : Oedema : Tidak ada
Kekakuan otot dan sendi : Tidak ada
Varises : Tidak ada
Refleks : kanan (+) , kiri(+)
5.8 Abdomen
Batas luka operasi: Tidak ada Pembesaran : Menonjol sesuai usia kehamilan
Konsistensi : tidak ada Benjolan : Tidak ada
Pembesaran lien/liver : Tidak ada
Kandung kemih : kosong
6. Pemeriksaan kebidanan
6.1 Leopold I : TFU 3 jari di bawah procecus xipoideus ( 33 cm), teraba lunak, tidak melenting yaitu bokong.
Leopold II : Dinding lateral kiri teraba bagian janin keras, memanjang seperti papan yaitu punggung janin. Bagian kanan teraba bagian kecil janin ( kaki dan tangan ).
Leopold III : Bagian terbawah teraba bagian janin bulat, keras, melenting (kepala).
Leolpold IV : Divergen, Kepala sudah masuk panggul 2/5 bagian.
Kontraksi : 2x10’x50” sedang
TBJ : 3400 gram
6.2 Auskultasi
Denyut jantung fetus : Positif
Frekuensi : 140x/menit, teratur
Punctum maksimum : Sebelah kiri bawah pusat
6.3 Ano-genital (inspeksi)
Perineum : elastis
Vulva vagina :tidak ada pembengkakan
Pengeluaran pervaginam : Lender bercampur darah
Kelenjar bhartolin : Tidak ada pembesaran
Anus : Haemoroid : Tidak ada
6.4 Pemeriksaan dalam, atas indikasi : ibu merasa kenceng –kenceng teratur yang semakin sering
Oleh mahasiswa : Helse nopiana
1. Dinding vagina : Tidak ada massa
2. Portio :Tipis, Lunak
a. Pembukaan : 9 cm
b. Konsistensi : Lunak
3. Ketuban : Utuh
4. Presentasi : Kepala
5. Penurunan bagian terendah : H III
Imbang feto pelvic : -
6. Posisi : UUK kiri depan

D. Pemeriksaan Laboratorium
Darah : HB : 12,5 gram%
Urine : Protein : Negative
Glukosa : Negative

II. IDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH
Diagnosa:
G2P1Ao hamil 39 minggu inpartu kala I fase aktif
Janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala
Dasar :
Hasil VT : dinding vagina normal, tidak ada pembengkakan,portio tebal lunak, ketuban positif, pembukaan 9 cm, presentasi kepala, posisi UUK kiri depan.
DJJ : 145 x/menit, teratur
TBJ : 3400 gram
Pemeriksaan leopold I-IV
Masalah: Tidak ada

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL
Untuk saat ini tidak ada

IV. IDENTIFIKASI TINDAKAN SEGERA / KOLABORASI
Untuk sat ini tidak ada


V. PERENCANAAN TINDAKAN
1. Beritahu ibu dan keluarga seluruh hasil pemeriksaan
2. Beritahu ibu dan keluarga tentang diagnosa penatalaksanaan
3. Ajukan informed consent
4. Jelaskan kepada ibu tentang proses persalinan dan apa yang akan terjadi pada proses persalinan.
5. Siapkan alat-alat persalinanan, obat esensial, APD, perlengkapan ibu dan bayi.
6. Ajarkan ibu tentang teknik relaksasi dan meneran
7. Hadirkan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu selma proses persalinan untuk memotivasi Ibu.
8. Berikan ibu nutrisi dan cairan
9. Dokumentasi seluruh hasil tindakan dan hasil pemeriksaan

VI. PELAKSAAN TINDAKAN

1. Memberitahukan ibu dan keluarga seluruh hasil pemeriksaan bahwa ibu dan bayi dalam keadaan baik,bagian terendah janin sudah masuk PAP 2 per 5 bagian, pembukaan 9 cm, lendir bercampur darah sudah keluar dati vagina.
2. Memberitahukan ibu dan keluarga bahwa ibu sudah memasuki proses persalinan.
3. Mengajukan informed consent pada suami untuk ditandatangani sebagai bukti bahwa keluarga menyetujui tindakan yang akan dilakukan.
4. Menjelaskan kepada ibu tentang proses persalinan dimana dalam proses ini bagian yana pertama lahir adalah kepala, diikuti badan, tangan, dan kaki. Proses ini dibutuhkan tenaga untuk mengedan dari ibu karena itu, anjurkan suami untuk menemani ibu untuk dukungan psikologis ibu.
5. Menyiapkan dan mendekatkan alat-alat persalinan, obat esensial, APD, perlengkapan ibu dan bayi serta tempat persalinan.
6. Mengajarkan ibu teknik relaksasi yaitu mengurangi rasa sakit dengan cara tarik napas panjang lalu dikeluarkan melalui mulut. Mengajarkan ibu teknik meneran yaitu kedua tangan dimasukkan diantara kedua lipatan paha, masina-masing kiri dan kanan hingga lipatan siku dan anjurkan ibu untuk meneran jika ada his dengan kedua rahang bertemu dan mata terbuka serta berikan ibu pilihan posisi yang nyaman.
7. Menghadirkan suami/keluarga untuk mendampingi ibu dan memberikan ibu dukungan serta semanagt serta memberikan nutrisi apda saat relaksasi.
8. Anjurkan suami/keluarga menyiapkam asupan nutrisi dan caiaran. Berikan pada ibu untuk mempertahankan energi yang cukup selama proses persalinan berlangsung
9. Mendokumentasikan seluruh hasil pemeriksaan dan tindakan

VII. EVALUASI
1. Ibu sudah mengerti seluruh hasil tindakan dan ibu dapat menerimanya
2. Ibu dan keluarga sudah mengert penjelasan Bidan
3. Ibu bersedia melakukan teknik rileksasi dan meneran yang baik
4. Informed consent sudah ditanda tangani oleh suami
5. Semua persiapan peralatan telah disediakan
6. Suami bersedia mendampingi ibu selam proses persalinan
7. Ibu termotivasi mengkonsumsi nutrisi dan cairan yang cukup
8. Seluruh hasil pemeriksaan dan tindakan telah didokumentasikan.

SOAP KALA II
Tanggal : 1 November Pukul : 23.50 wib.
S : Ibu mengatakan mules makin bertambah dan semakin kuat
Ibu merasa dan mengatakan bahwa dia merasa adanya tekanan pada anus
Ibu mengatakan adanya dorongan untuk meneran
O: Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TD: 110/70 mmHg S: 36,5°C
R: 21 x/menit N: 80x/menit
DJJ : 144 x/menit ( doopler ) teratur.
His : 3x/10 menit lamanya 45 detik, kuat
VT : V/u tenang, portio lunak tipis, Ketuban (-), Ø 10 cm, penyususpan O,penurunan kepala hodge III, posisi UUK kiri depan
A : G2P1A0 hamil aterm Partus kala II
Janin tunggal hidup intrauterin presentasi kepala
P:
1. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan yaitu ibu akan segera melahirkan, pembukaan sudah lengkap (10 cm).
2. Memberikan support mental kepada ibu
3. Memperbolehkan Ibu untuk meneran saat ada mules
4. Menjaga privasi Ibu, memperbolehkan keluarga untuk mendampingi saat proses persalinan.
5. Mendekatkan peralatan, mengenakan APD
6. Memberikan ibu cairan, teh manis hangat untuk menambah tenaga ibu.
7. Memimpin ibu untuk meneran saat ada his dengan cara tarik napas panjang lewat hidung dan keluarkan lewat mulut pada saat meneran dan kepala ibu mendekati ke dagu, mata ke arah perut serta kedua gigi dikatup seperti ingin BAB.
8. Menolong persalinan sesuai 58 langkah APN
9. Membantu melahirkan bayi, bayi lahir spontan, letak belakang kepala jam 00.01 wib. Jenis kelamin laki-laki, menangis kuat,bernapas spontan,rileksasi terhadap lingkungan A/S : 9/10
10. Mengeringkan dan menghangatkan bayi, meletakkan bayi di atas perut ibu lalu memotong tali pusat.
11. Melakukan Inisiai Menyusu Dini.

SOAP KALA III
1 November 2010 JAM 00.05 wib
S: Ibu mengeluh masih mules-mules
Ibu mengatakan senang atas kelahiran bayi
O: ku: baik, kesadaran: compos mentis, keadaan emosional: stabil
TD: 110/70 mmhg, N: 80 x/menit, Rr: 21 x/menit, S: 36, 7 oc
TFU: sepusat, kontraksi uterus baik, kandung kemih kosong,
Adanya tanda-tanda pelepasan plasenta yaitu adanya semburan darah tiba-tiba, tali pusat semakin memanjang, bentuk uterus globuler. Bayi IMD.
A: P2A0 Partus kala III
P:
1. Menginformasikan kepada ibu dan keluarga bahwa ibu sudah memasuki persalinan kala III yaitu proses pelepasan plasenta dan tidak ada masalah.
2. Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan palpasi uterus untuk memastikan apakah ada janin kedua atau tidak dan talin pusat telah dipotong
3. Melakukan managemen aktif kala III, yaitu:
a. Menyuntikkan oksitoksin 10 Ui secara IM pada paha sebelah kanan ibu bagian luar sepertiga bagian atas.
b. Melakukan peregangan tali pusat terkendali dengan tangan kiri menekan uteruspada suprapubis. Perhatikan tanda-tanda pelepasan plasenta.
c. Setelah plasenta lahir, melakukan masase pada uterus dan ajarkan ibu untuk menilai kontraksi uterus.
d. Plasenta lahir jam 00.09 wib spontan, lenkap dengan berat ± 500 gram, selaput utuh, kotiledon 20 cm, insersi sentralis, tidak ada kelainan, perdarahan ± 100 cc, Tfu 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik, kandung kemih kosong.
e. Memberikan ibu nutrisi dan cairan
f. Melakukan masase uterus selama 15 detik.
SOAP KALA IV
01 November 2010 JAM 00.20 WIB

S: Ibu mengatakan senang atas kelahiran bayinya
Ibu mengatakan perutnya masih mules dan lemah
Ibu merasa kotor dan basah
O: Ku: baik, kesadaran: compos mentis, keadaan emosional: stabil,
TD: 100/70 mmhg, N: 82x/menit, Rr: 22x/menit, S: 36,7 oc
TFU: 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik, kandung kemih kosong, perdarahan (+), robekan perineum grade 2 (Robekan mengenai mukosa vagina, jaringan ikat, dan otot dibawahnya tetapi tidak menenai spingter ani)
A: P2 A0 Partus Kala IV dengan robekan Perineum Grade 2
P:
1. Menginformasikan ibu dan keluarga bahwa saat ini sudah melahirkan dengan selamat tapi terdapat robekan jalan lahir yang disebabkan adanya jaringan parut pada perineum.
2. Mengangkat bayi dari ibu, timbang berat badan bayi 3000 gram, ukur panjang bayi 50 cm, LK/LD: 33/32 cm, beri obat tetes mata profilaksis dan menyuntikkan Vit.K 0,5 cc di paha kiri bayi, bedong bayi kembali. Berikan Bayi kepada keluarga karena akan dilakukan penjahitan pada perineum Ibu..
3. Memberitahukan Ibu bahwa akan dilakukan penjahitan
4. Mepersiapkan alat-alat Hecting set
5. Memberitahukan Ibu akan disuntikan Anastesi untuk menetralisir rasa sakit pada saat proses penjahitan
6. Melakukan penjahitan Perineum dengan jahitan Jelujur
7. Memberikan ibu nutrisi dan cairan, ibu menghabiskan 1 gelas teh manis hangat
8. Membersihkan ibu agar ibu merasa nyaman.
9. Mengobservasi keadaan Umum, TFU, kontraksi dan kandung kemih serta perdarahan setiap 15 menit sekali pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit sekali pada jam kedua.
10. Memberikan ibu terapi Obat Amox 500 mg (3x1), SF 1x1, Vit. A 1 x1 diminum setelah makan sesuai aturan untuk menunjang proses penyembuhan ibu, Krim untuk luka jahitan.
11. Mendekontaminasikan alat-alat dan tempat yang telah dipakai kelarutan klorin 0,5 %.
12. Mengajarkan ibu dan keluarga tentang cara memeriksa fundus dan menilai kontraksi dengan cara masase uterus.
13. Mendekontaminasikan alat-alat selam 10-15 menit dicuci di air mengalir dan dikeringkan lalu disterilkan.
14. Memberitahukan Ibu untuk selalu menjaga kebersihan Vagina Ibu dan menjaga agar selalu dalam keadaan kering, segera ganti celana dalam jika terasa lembab atau basah agar tidak terjadi infeksi pada luka jahitan.
15. Mendokumentasikan seluruh hasil tindakan.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kami dapat menyimpulkan bahwa robekan pada jalan lahir, sebagai akibat persalinan.. Baik itu berupa robekan perinium, robekan serviks atau rupture uteri. Hal ini dapat diatasi apabila seorang tenaga kesehatan dapat mengelolanya dengan baik.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan agar dapat mengerti tentang robekan jalan lahir sampai dengan bagaimana manifestasi klinik dan penatalaksanaan medisnya, menerapkan konsep asuhan kebidanan kepada klien dengan robekan jalan lahir.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapakan mampu mengerti tentang robekan jalan lahir dan dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien serta mampu memberikan asuhan secara komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA
     Saifuddin, abdul baari. Ilmu kebidanan sarwono prawirohardjo. PT bina pustaka sarwono
prawirohardjo, Jakarta:2010
 http://911medical.blogspot.com/2010/05/makalah-askeb-ii-patologi-robekan-jalan.html
 http://superbidanhapsari.wordpress.com/2009/12/14/makalah-perlukaan-jalan-lahir/