SELAMAT DATANG DI SITUS BIDAN SMART HELSE NOPIANA

2.23.2011

PENIS

Penis manusia

Penis manusia adalah bagian dari sistem reproduksi laki-laki (jantan) sekaligus bagian dari sistem ekskresi. Selain penis, organ reproduksi laki-laki mencakup pula epididimis (pelir) yang terlindung dalam scrotum (kantung pelir atau buah zakar) ditambah beberapa kelenjar dan saluran.
Walaupun penis manusia memiliki fungsi dan asal-usul (ontogeni) yang sama dengan mamalia lainnya, ia memiliki kekhasan. Secara perbandingan, proporsi penis manusia lebih besar daripada mamalia lainnya. Penis manusia tidak memiliki kulit pelindung yang menyembunyikannya di saat "istirahat". Selain itu, penis manusia sama sekali tidak memiliki baculum atau tulang penis, sehingga untuk penetrasi ke dalam vagina, dalam ereksi penis mengandalkan sepenuhnya pada pasokan darah ke dalam kantung-kantung (corpora) yang ada di dalam batang penis.

Bagian dan struktur

Anatomi penis manusia
Penis manusia tersusun dari dua bagian utama, yaitu pangkal/akar (radix) dan tubuh (corpus). Pangkal penis terletak di dalam badan, terdiri dari gelembung penis (bulbus penis) dan sepasang crus penis di kedua sisinya. Permukaan kulit yang melindungi pangkal penis biasanya memiliki rambut kemaluan. Tubuh penis memiliki dua sisi permukaan: dorsal (bagian yang tampak dari depan jika penis "istirahat") dan ventral atau uretral (mengarah ke dalam/testis).
Struktur tubuh penis disokong oleh tiga kantung: sepasang corpora cavernosus dan corpus spongiosus di antara keduanya, terletak di sisi ventral dan melindungi saluran kemih (uretra). Di bagian ujung batang terdapat glans penis yang berbentuk agak meruncing pada ujungnya, yang memudahkan penetrasi di saat hubungan seksual.
Uretra adalah saluran bagi semen (cairan sperma atau mani) sekaligus urin (air seni atau kencing). Bagian ujung dari uretra, yang tampak pada glans penis disebut meatus. Urin melewati uretra apabila katup di bagian bawah kandung kemih dibuka. Mani melewati uretra pada saat ejakulasi. Semprotan pada ejakulasi tidak dikendalikan oleh uretra tetapi oleh otot yang berada di sekeliling pangkal penis.
Pada bagian ventral dari batang penis terlihat raphe, segaris guratan dari belakang glans penis menuju anus melewati scrotum. Raphe pada perempuan berkembang menjadi lubang vagina.

Perkembangan, pertumbuhan dan ukuran

Penis berkembang pada saat penentuan kelamin di dalam rahim. Seperti ovarium (kandung telur), keduanya berkembang dari gonad, yang berkembang sebagai penebalan lapisan mesotel pada peritoneum. Peritoneum sendiri berkembang dari mesoderm. Perbedaan kelamin mulai tampak setelah embrio berusia tujuh minggu.
Pada saat bayi lahir, penis telah berkembang baik. Pada beberapa gangguan perkembangan dapat terjadi penis yang tersembunyi atau terjadi hermafroditisme, yaitu kedua organ kelamin terbentuk semua.
Pada pertumbuhan normal, penis dan kantung pelir mulai mengalami perkembangan pada saat pubertas (akil baligh dalam istilah keagamaan Islam). Hormon testosteron berperan dalam perkembangan ini. Proses inilah yang akan menentukan ukuran penis. Berdasarkan pengamatan terhadap ribuan contoh laki-laki berusia 17-18 tahun tidak ditemukan perbedaan rata-rata panjang penis antara usia 17 dan 19 tahun, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan penis berhenti pada sekitar usia 17 tahun atau bahkan lebih awal.[3]

 

VAGINA

Vagina (dari Latin yang makna literalnya "pelindung" atau "selongsong") atau puki adalah saluran berbentuk tabung yang menghubungkan uterus ke bagian luar tubuh pada mamalia dan marsupilia betina, atau ke kloaka pada burung betina, monotrem, dan beberapa jenis reptil. Serangga dan beberapa jenis invertebrata juga memiliki vagina, yang merupakan bagian akhir dari oviduct. Vagina merupakan alat reproduksi pada mamalia betina, seperti halnya penis pada mamalia jantan.

Cairan vagina

Vagina menghasilkan berbagai macam sekresi seperti keringat, sebum, dan sekresi dari kelenjar Bartholin dan Skene pada vulva, cairan endometrial, dan oviductal (yang berubah sesuai dengan siklus haid), cervical mucus, sel exfoliated, dan sekresi pada dinding vagina itu sendiri, yang dapat meningkatkan gairah seksual. Vagina pada semua wanita mengeluarkan pyridine, squalene, urea, asam asetat, asam laktat, alkohol kompleks (termasuk kolesterol), glikol (termasuk propylene glikol) keton, dan aldehid-aldehid. Tapi suatu asam kimia lebih detil dalam pengeluaran vagina membagi wanita dalam dua kelompok. Semua wanita menghasilkan asam asetat, tapi sepertiga dari itu juga menghasilkan rangkaian pendek asam aliphatic. Rangkaian pendek asam aliphatic, yang termasuk asetik, propionic, isovaleric, isobutryc, propanoic, dan asam butanoic. Semua asam tersebut merupakan tingkat tajam dari zat kimia yang dihasilkan oleh spesies primata yang lain sebagai sinyal peraba/penciuman seksual. Walau tidak ada satupun yang pernah membuktikan peranan asam-asam tersebut dalam aturan hubungan pada manusia, beberapa peneliti lebih menganggap ini sebagai copullins dan pheromones pada manusia.

Bakteri pada vagina

Vagina merupakan organ reproduksi wanita yang sangat rentan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan batas antara uretra dengan anus sangat dekat, sehingga kuman penyakit seperti jamur, bakteri, parasit, maupun virus mudah masuk ke liang vagina. Untuk itu, wanita harus rajin merawat kebersihan wilayah pribadinya ini. Infeksi juga terjadi karena terganggunya kesimbangan ekosistem di vagina. Ekosistem vagina merupakan lingkaran kehidupan yang dipengaruhi oleh dua unsur utama, yaitu estrogen dan bakteri Lactobacillus atau bakteri baik. Di sini estrogen berperan dalam menentukan kadar zat gula sebagai simpanan energi dalam sel tubuh (glikogen). Glikogen merupakan nutrisi dari Lactobacillus, yang akan dimetabolisme untuk pertumbuhannya. Sisa metabolisme kemudian menghasilkan asam laktat, yang menentukan suasana asam di dalam vagina, dengan potential Hydrogen (pH) berkisar 3,8 - 4,2. Dengan tingkat keasaman ini, Lactobacillus akan subur dan bakteri patogen (jahat) akan mati.
Di dalam vagina terdapat berbagai macam bakteri, 95 persen Lactobacillus, 5 persen patogen. Dalam kondisi ekosistem vagina seimbang, bakteri patogen tidak akan mengganggu. Bila keseimbangan itu terganggu, misalnya tingkat keasaman menurun, pertahanan alamiah juga akan turun, dan rentan mengalami infeksi. Ketidakseimbangan ekosistem vagina disebabkan banyak faktor. Di antaranya kontrasepsi oral, penyakit diabetes mellitus, antibiotika, darah haid, cairan sperma, penyemprotan cairan ke dalam vagina (douching), dan gangguan hormon seperti saat pubertas, kehamilan, atau menopause.

Ukuran vagina manusia

Meskipun ukuran vagina bermacam-macam pada wanita, namun ukuran panjangnya berkisar 6 sampai 7,5 cm (2,5 - 3 inchi) meliputi dinding anterior, dan 9 cm (3,5 inchi) untuk panjang yang meliputi dinding posterior.[1] Di saat rangsangan seksual, ukuran panjang dan lebar vagina akan meningkat.[2] Keelastisan vagina dapat membantu proses dalam hubungan seksual, dan selain itu membantu saat proses kelahiran.[3

KANKER SERVIKS

Kanker leher rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim.[1] Kanker ini dapat hadir dengan pendarahan vagina, tetapi gejala kanker ini tidak terlihat sampai kanker memasuki stadium yang lebih jauh, yang membuat kanker leher rahim fokus pengamatan menggunakan Pap smear. Di negara berkembang, penggunaan secara luas program pengamatan leher rahim mengurangi insiden kanker leher rahim yang invasif sebesar 50% atau lebih. Kebanyakan penelitian menemukan bahwa infeksi human papillomavirus (HPV) bertanggung jawab untuk semua kasus kanker leher rahim. [2][3] Perawatan termasuk operasi pada stadium awal, dan kemoterapi dan/atau radioterapi pada stadium akhir penyakit.
 

Infeksi

Human papilloma virus (HPV) 16 dan 18 merupakan penyebab utama pada 70% kasus kanker serviks di dunia. Perjalanan dari infeksi HPV hingga menjadi kanker serviks memakan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 10 hingga 20 tahun. Namun proses penginfeksian ini seringkali tidak disadari oleh para penderita, karena proses HPV kemudian menjadi pra-kanker sebagian besar berlangsung tanpa gejala.[

Faktor Resiko

Faktor Alamiah

Faktor alamiah adalah faktor-faktor yang secara alami terjadi pada seseorang dan memang kita tidak berdaya untuk mencegahnya. Yang termasuk dalam faktor alamiah pencetus kanker serviks adalah usia diatas 40 tahun. Semakin tua seorang wanita maka makin tinggi risikonya terkena kanker serviks. Tentu kita tidak bisa mencegah terjadinya proses penuaan. Akan tetapi kita bisa melakukan upaya-upaya lainnya untuk mencegah meningkatnya risiko kanker serviks. Tidak seperti kanker pada umumnya, faktor genetik tidak terlalu berperan dalam terjadinya kanker serviks. Ini tidak berarti Anda yang memiliki keluarga bebas kanker serviks dapat merasa aman dari ancaman kanker serviks. Anda dianjurkan tetap melindungi diri Anda terhadap kanker serviks.

Faktor Kebersihan

  • Keputihan yang dibiarkan terus menerus tanpa diobati. Ada 2 macam keputihan,  yaitu yang normal dan yang tidak normal. Keputihan normal bila lendir berwarna bening, tidak berbau, dan tidak gatal. Bila salah satu saja dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi berarti keputihan tersebut dikatakan tidak normal. Segeralah berkonsultasi dengan dokter Anda bila Anda mengalami keputihan yang tidak normal.
  • Penyakit Menular Seksual (PMS). PMS merupakan penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. PMS yang cukup sering dijumpai antara lain sifilis, gonore, herpes simpleks, HIV-AIDS, kutil kelamin, dan virus HPV.
  • Pemakaian pembalut yang mengandung bahan dioksin. Dioksin merupakan bahan pemutih yang digunakan untuk memutihkan pembalut hasil daur ulang dari barang bekas, misalnya krayon, kardus, dan lain-lain.
  • Membasuh kemaluan dengan air yang tidak bersih, misalnya di toilet-toilet umum yang tidak terawat. Air yang tidak bersih banyak dihuni oleh kuman-kuman.

Faktor Pilihan

 Faktor ketiga adalah faktor pilihan, mencakup hal-hal yang bisa Anda tentukan sendiri, diantaranya berhubungan seksual pertama kali di usia terlalu muda. Berganti-ganti partner seks. Lebih dari satu partner seks akan meningkatkan risiko penularan penyakit kelamin, termasuk virus HPV. Memiliki banyak anak (lebih dari 5 orang). Saat dilahirkan, janin akan melewati serviks dan menimbulkan trauma pada serviks. Bila Anda memutuskan untuk memiliki banyak anak, makin sering pula terjadi trauma pada serviks. Tidak melakukan Pap Smear secara rutin. Pap Smear merupakan pemeriksaan sederhana yang dapat mengenali kelainan pada serviks. Dengan rutin melakukan papsmear, kelainan pada serviks akan semakin cepat diketahui sehingga memberikan hasil pengobatan semakin baik.

Pencegahan

 Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program skrinning dan pemberian vaksinasi. Di negara maju, kasus kanker jenis ini sudah mulai menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap smear. Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55 tahun melalui suntikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan enam. Dari penelitian yang dilakukan, terbukti bahwa respon imun bekerja dua kali lebih tinggi pada remaja putri berusia 10 hingga 14 tahun dibanding yang berusia 15 hingga 25 tahun.[1]

Daftar pustaka

  • Canavan TP, Doshi NR. Cervical cancer. Am Fam Physician 2000;61:1369-76. Fulltext. PMID 10735343.
  • Castellsagué X, Bosch FX, Munoz N, Meijer CJ, Shah KV, de Sanjose S, Eluf-Neto J, Ngelangel CA, Chichareon S, Smith JS, Herrero R, Moreno V, Franceschi S; International Agency for Research on Cancer Multicenter Cervical Cancer Study Group. Male circumcision, penile human Papillomavirus infection, and cervical cancer in female partners. N Engl J Med 2002;346:1105-12. Fulltext. PMID 11948269.
  • Heins HC, Dennis EJ, Pratt-Thomas HR. The possible role of smegma in carcinoma of the cervix. Am J Obstet Gynec 1958:76;726-735. PMID 13583012.
  • Harper DM, Franco EL, Wheeler C, Ferris DG, Jenkins D, Schuind A, Zahaf T, Innis B, Naud P, De Carvalho NS, Roteli-Martins CM, Teixeira J, Blatter MM, Korn AP, Quint W, Dubin G; GlaxoSmithKline HPV Vaccine Study Group. Efficacy of a bivalent L1 virus-like particle vaccine in prevention of infection with human papillomavirus types 16 and 18 in young women: a randomised controlled trial. Lancet 2004;364(9447):1757-65. PMID 15541448.
  • Menczer J. The low incidence of cervical cancer in Jewish women: has the puzzle finally been solved? Isr Med Assoc J 2003;5:120-3. PDF. PMID 12674663.
  • Lehtinen M, Dillner J. Preventive human papillomavirus vaccination. Sex Transm Infect 2002;78:4-6. Fulltext. PMID 11872848.
  • Peto J, Gilham C, Fletcher O, Matthews FE. The cervical cancer epidemic that screening has prevented in the UK. Lancet 2004;364:249-56. PMID 15262102.
  • Snijders PJ, Steenbergen RD, Heideman DA, Meijer CJ. HPV-mediated cervical carcinogenesis: concepts and clinical implications J Pathol. 2006;208:152-64. PMID 16362994.
  • Walboomers JM, Jacobs MV, Manos MM, Bosch FX, Kummer JA, Shah KV, Snijders PJ, Peto J, Meijer CJ, Munoz N. Human papillomavirus is a necessary cause of invasive cervical cancer worldwide. J Pathol 1999;189:12-9. PMID 10451482.
  • International Angency for Research on Cancer, Lyons, France [2] The 7 most common types of HPV virus.

 

2.20.2011

MAKALAH BIOREP

Makalah Biorep

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat-Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini.
Pada makalah ini penyusun membahas tentang “Fisiologi Laktasi” guna memenuhi tugas Biologi Kesehatan yang diberikan oleh Dosen pengajar mata kuliah ini.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat bermanfaat dan mendorong minat membaca kita sebagai mahasiswi untuk lebih belajar atau memahami isi makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna terkhusus dalam penggembangan Pelayanan Kesehatan


Tangerang, Juni 2009



Penyusun

Helse Nopiana



DAFTAR ISI


Kata Pengantar..............................................................
Daftar Isi.......................................................................
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang....................................................
B. Tujuan Penulisan.................................................
Bab II Pembahasan
A. Fisiologi Laktasi...................................................
B. Produksi ASI........................................................
C. Pengeluaran ASI..................................................
D. Pemeliharaan ASI.................................................
E. ASI.........................................................................
Bab III Penutup............................................................
Daftar Pustaka...............................................................



BAB I
PENDAHULUAN


I.I LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup, produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu masalah gizi yang paling utama pada saat ini di Indonesia adalah kurang kalori, protein hal ini banyak ditemukan bayi dan anak yang masih kecil dan sudah mendapat adik lagi yang sering disebut “kesundulan” artinya terdorong lagi oleh kepala adiknya yang telah muncul dilahirkan. Keadaan ini karena anak dan bayi merupakan golongan rentan.
Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan yang kurnag juga karena Air Susu Ibu (ASI) banyak diganti dengan susu botol dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. Hal ini pertanda adanya perubahan sosial dan budaya yang negatif dipandang dari segi gizi.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar empat bulan. Setelah itu ASI hanya berfungsi sebagai sumber protein vitamin dan mineral utama untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras.

ASI merupakan makanan yang bergizi sehingga tidak memerlukan tambahan komposisi. Disamping itu ASI mudah dicerna oleh bayi dan langsung terserap. Diperkirakan 80% dari jumlah ibu yang melahirkan ternyata mampu menghasilkan air susu dalam jumlah yang cukup untuk keperluan bayinya secara penuh tanpa makanan tambahan. Selama enam bulan pertama. Bahkan ibu yang
gizinya kurang baikpun sering dapat menghasilkan ASI cukup tanpa makanan tambahan selama tiga bulan pertama.
ASI sebagai makanan yang terbaik bagi bayi tidak perlu diragukan lagi, namun akhir-akhir ini sangat disayangkan banyak diantara ibu-ibu meyusui melupakan keuntungan menyusui. Selama ini dengan membiarkan bayi terbiasa menyusu dari alat pengganti, padahal hanya sedikit bayi yang sebenarnya menggunakan susu botol atau susu formula. Kalau hal yang demikian terus berlangsung, tentunya hal ini merupakan ancaman yang serius terhadap upaya pelestarian dari peningkatan penggunaan ASI.
Hasil penelitian yang dilakukan di Biro Konsultasi Anak di Rumah Sakit UGM Yogyakarta tahun 1976 menunjukkan bahwa anak yang disusui sampai dengan satu tahun 50,6%. Sedangkan data dari survei Demografi Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 1991 bahwa ibu, yang memberikan ASI pada bayi 0-3 bulan yaitu 47% diperkotaan dan 55% dipedesaan (Depkes 1992) dari laporan SKDI tahun 1994 menunjukkan bahwa ibu-ibu yang memberikan ASI EKSLUSIF kepada bayinya mencapai 47%, sedangkan pada repelita VI ditargetkan 80%.
Berbagai alasan dikemukakan oleh ibu-ibu mengapa keliru dalam pemanfaatan ASI secara Eksklusif kepada bayinya, antara lain adalah produksi ASI kurang, kesulitan bayi dalam menghisap, keadaan puting susu ibu yang tidak menunjang, ibu bekerja, keinginan untuk disebut modern dan pengaruh iklan/promosi pengganti ASI dan tdak kalah pentingnya adalah anggapan bahwa semua orang sudah memiliki pengetahuan tentang manfaat ASI.

I.II TUJUAN PENULISAN
A. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan Makalah ini adalah agar Mahasiswa memahami tentang fisiologi laktasi.
B. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan Makalah ini adalah agar :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses produksi ASI
2. Mahasiswa mampu untuk mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI
3. Mahasiswa mampu mengungkapkan keuntungan ASI, baik bagi Ibu maupun bagi Bayi.
4. Mahasiswa mampu mengungkapkan cara-cara pemeliharaan ASI



BAB II
PEMBAHASAN


A. Fisiologi Laktasi
Air susu ibu (ASI) adalah cairan kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh bayi.
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya.
Sedangkan ASI Ekslusif adalah perilaku dimana hanya memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sampai umur 4 (empat) bulan tanpa makanan dan ataupun minuman lain kecuali sirup obat. (6).
ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4 bulan pertama. ASI merupakan makanan alamiah yang pertama dan utama bagi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal.
Air susu terbentuk dari dua fase, yaitu fase sekresi dan pengaliran. Pada bagian pertama, susu disekresikan oleh sel kelenjar kedalam lumen alveoli. Pada fase kedua, air susu yang dihasilkan oleh kelenjar dialihkan ke puting susu, setelah sebelumnya terkumpul dalam sinus. Selama kehamilan berlangsung, laktogenesis kemungkinan besar terkunci oleh pengaruh progesteron pada sel kelenjar. Seusai partus, kadar hormon ini menyusut drastis, memberi kesempatan prolaktin untuk bereaksi sehingga mengimbas laktogenesis.
Laktasi diawasi oleh dua macam refleks, yaitu The Milk Production Reflekx dan The Let Down Reflex. Manakala Bayi mengisap puting susu, serangkaian impuls akan menuju Medula Spinalis, lalu ke Otak, dan menyusut kedalam kelenjar Hipofisis, memicu sekresi Oksitosin pada bagian posterior Hipofisis. Keberdaan Oksitoksin menyebabkan kontraksi sel-sel epitel otot polos yang membungkus alveolus sehingga air susu yang terkandung didalamnya tersembur ke setiap Duktus dan Sinus.
Laktasi adalah proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI. Pengaruh Hormonal mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara :
a. Progesteron : Mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran Alveoli. Tingkat progesteron dan Estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi secara besar-besaran.
b. Estrogen : Menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap menyusui. Karena itu, sebaiknya Ibu menyusui menghindari KB Hormonal berbasis hormon Estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.
c. Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH).
d. Prolaktin : Berperan dalam membesarnya Alveoli dalam kehamilan.
e. Oksitoksin : Mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan, Oksitoksin juga mengencangkan otot halus di sekitar Alveoli untuk memeras ASI menuju saluran Susu. Oksitoksin berperan dalam proses dalam turunnya susu let-down/ milk ejection reflex.
f. Human Placental Lactogen (HPL) : Sejak bulan kedua kehamilan, Plasenta mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan Payudara, puting, dan Aerola sebelum melahirkan. Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, Payudara siap memproduksi ASI.

B. Produksi ASI
ASI (Air Susu Ibu) merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar
payudara wanita melalui proses laktasi. ASI terdiri dari berbagai komponen gizi dan
non gizi. Komposisi ASI tidak sama selama periode menyusui, pada akhir menyusui
kadar lemak 4-5 kali dan kadar protein 1,5 kali lebih tinggi daripada awal menyusui.
Juga terjadi variasi dari hari ke hari selama periode laktasi. Keberhasilan laktasi
dipengaruhi oleh kondisi sebelum dan saat kehamilan. Kondisi sebelum kehamilan
ditentukan oleh perkembangan payudara saat lahir dan saat pubertas. Pada saat
kehamilan yaitu trimester II payudara mengalami pembesaran karena pertumbuhan
dan difrensiasi dari lobuloalveolar dan sel epitel payudara. Pada saat pembesaran
payudara ini hormon prolaktin dan laktogen placenta aktif bekerja yang berperan
dalam produksi ASI (Suharyono, 1990).
Sekresi ASI diatur oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin
menghasilkan ASI dalam alveolar dan bekerjanya prolaktin ini dipengaruhi
oleh lama dan frekuensi pengisapan ( suckling). Hormon oksitosin disekresi
oleh kelenjar pituitary sebagai respon adanya suckling yang akan
menstimulasi sel-sel mioepitel untuk mengeluarkan ( ejection) ASI. Hal ini
dikenal dengan milk ejection reflex atau let down reflex yaitu mengalirnya
ASI dari simpanan alveoli ke lacteal sinuses sehingga dapat dihisap bayi
melalui puting susu.
Terdapat tiga bentuk ASI dengan karakteristik dan komposisi berbeda yaitu
kolostrum, ASI transisi, dan ASI matang (mature). Kolostrum adalah cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan (4-7 hari) yang berbeda
karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150 – 300
ml/hari. ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari)
dimana kadar lemak dan laktosa lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah.
ASI matang adalah ASI yang dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan
volume bervariasi yaitu 300 – 850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat
laktasi. Volume ASI pada tahun pertama adalah 400 – 700 ml/24 jam, tahun kedua
200 – 400 ml/24 jam, dan sesudahnya 200 ml/24 jam. Dinegara industri rata-rata
volume ASI pada bayi dibawah usia 6 bulan adalah 750 gr/hari dengan kisaran 450 –
1200 gr/hari (ACC/SCN, 1991). Pada studi Nasution.A (2003) volume ASI bayi
usia 4 bulan adalah 500 – 800 gr/hari, bayi usia 5 bulan adalah 400 – 600 gr/hari,
dan bayi usia 6 bulan adalah 350 – 500 gr/hari.
Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
A. Colostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar mamae yang mengandung tissue debris dan redual material yang terdapat dalam alveoli dan ductus dari kelenjar mamae sebelum dan segera sesudah melahirkan anak.
- Disekresi oleh kelenjar mamae dari hari pertama sampai hari ketiga atau keempat, dari masa laktasi.
- Komposisi colostrum dari hari ke hari berubah.
- Merupakan cairan kental yang ideal yang berwarna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan ASI Mature.
- Merupakan suatu laxanif yang ideal untuk membersihkan meconeum usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi untuk menerima makanan selanjutnya.
- Lebih banyak mengandung protein dibandingkan ASI Mature, tetapi berlainan dengan ASI Mature dimana protein yang utama adalah casein pada colostrum protein yang utama adalah globulin, sehingga dapat memberikan daya perlindungan tubuh terhadap infeksi.
- Lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan ASI Mature yang dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan pertama.
- Lebih rendah kadar karbohidrat dan lemaknya dibandingkan dengan ASI Mature.
- Total energi lebih rendah dibandingkan ASI Mature yaitu 58 kalori/100 ml colostrum.
- Vitamin larut lemak lebih tinggi. Sedangkan vitamin larut dalam air dapat lebih tinggi atau lebih rendah.
- Bila dipanaskan menggumpal, ASI Mature tidak.
- PH lebih alkalis dibandingkan ASI Mature.
- Lemaknya lebih banyak mengandung Cholestrol dan lecitin di bandingkan ASI Mature.
- Terdapat trypsin inhibitor, sehingga hidrolisa protein di dalam usus bayi menjadi krang sempurna, yangakan menambah kadar antobodi pada bayi.
- Volumenya berkisar 150-300 ml/24 jam.
B. Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi)
- Merupakan ASI peralihan dari colostrum menjadi ASI Mature.
- Disekresi dari hari ke 4 – hari ke 10 dari masa laktasi, tetapi ada pula yang berpendapat bahwa ASI Mature baru akan terjadi pada minggu ke 3 – ke 5.
- Kadar protein semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat semakin tinggi.
- Volume semakin meningkat.

©2004 Digitized by USU digital library 4
C. Air Susu Mature
- ASI yang disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya, yang dikatakan komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa minggu ke 3 sampai ke 5 ASI komposisinya baru konstan.
- Merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi, bahkan ada yang mengatakan pada ibu yangs ehat ASI merupakan makanan satu-satunya yang diberikan selama 6 bulan pertamabagi bayi.
- ASI merupakan makanan yang mudah di dapat, selalu tersedia, siap diberikan pada bayi tanpa persiapan yang khusus dengan temperatur yang sesuai untu bayi.
- Merupakan cairan putih kekuning-kuningan, karena mengandung casienat, riboflaum dan karotin.
- Tidak menggumpal bila dipanaskan.
- Volume: 300 – 850 ml/24 jam
- Terdapat anti microbaterial factor, yaitu:
• Antibodi terhadap bakteri dan virus.
• Cell (phagocyle, granulocyle, macrophag, lymhocycle type T)
• Enzim (lysozime, lactoperoxidese)
• Protein (lactoferrin, B12 Ginding Protein)
• Faktor resisten terhadap staphylococcus.
• Complecement ( C3 dan C4)

Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung pada stimulasi pada kelenjar payudara terutama pada minggu pertama laktasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain :
1. Frekuensi Penyusuan
Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bahwa produksi
ASI akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama
bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi
prematur belum dapat menyusu (Hopkinson et al, 1988 dalam ACC/SCN,
1991). Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan
menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 3 kali perhari selama 2
minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang
cukup (de Carvalho, et al, 1982 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini
direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal
setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan
stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.

2. Berat Lahir
Prentice (1984) mengamati hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI.
Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusuan
dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat
erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang mengakibatkan perbedaan intik
yang besar dibanding bayi yang mendapat formula. De Carvalho (1982) menemukan
hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14
hari pertama setelah lahir. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan
mengisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr).
Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama
penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan
mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.

3. Umur Kehamilan saat Melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intik ASI. Hal ini disebabkan
bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan
tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada
bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan mengisap pada bayi prematur
dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ.

4. Umur dan Paritas
Umur dan paritas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan
produksi ASI yang diukur sebagai intik bayi terhadap ASI. Lipsman et al (1985)
dalam ACC/SCN (1991) menemukan bahwa pada ibu menyusui usia remaja dengan
gizi baik, intik ASI mencukupi berdasarkan pengukuran pertumbuhan 22 bayi dari
25 bayi. Pada ibu yang melahirkan lebih dari satu kali, produksi ASI pada hari
keempat setelah melahirkan lebih tinggi dibanding ibu yang melahirkan pertama kali
(Zuppa et al, 1989 dalam ACC/SCN, 1991), meskipun oleh Butte et al (1984) dan
Dewey et al (1986) dalam ACC/SCN, (1991) secara statistik tidak terdapat
hubungan nyata antara paritas dengan intik ASI oleh bayi pada ibu yang gizi baik.

5. Stres dan Penyakit Akut
Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mempengaruhi
produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI. Pengeluaran ASI akan
berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan nyaman. Studi lebih lanjut
diperlukan untuk mengkaji dampak dari berbagai tipe stres ibu khususnya
kecemasan dan tekanan darah terhadap produksi ASI. Penyakit infeksi baik yang
kronik maupun akut yang mengganggu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi
ASI.

6. Konsumsi Rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon
prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan
adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin. Studi
Lyon,(1983); Matheson, (1989) menunjukkan adanya hubungan antara merokok dan
penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara langsung. Meskipun
demikian pada studi ini dilaporkan bahwa prevalensi ibu perokok yang masih
menyusui 6 – 12 minggu setelah melahirkan lebih sedikit daripada ibu yang tidak
perokok dari kelompok sosial ekonomi sama, dan bayi dari ibu perokok mempunyai
insiden sakit perut yang lebih tinggi. Anderson et al (1982) mengemukakan bahwa
ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok/hari mempunyai prolaktin 30-50%
lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan dibanding dengan
yang tidak merokok.

7. Konsumsi Alkohol
Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu
merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun disisi lain
etanol dapat menghambat produksi oksitosin. Kontraksi rahim saat penyusuan
merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat badan
ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg
mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal (Matheson, 1989).

8. Pil Kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan
dengan penurunan volume dan durasi ASI (Koetsawang, 1987 dan Lonerdal, 1986
dalam ACC/SCN, 1991), sebaliknya bila pil hanya mengandung progestin maka
tidak ada dampak terhadap volume ASI (WHO Task Force on Oral Contraceptives,
1988 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini WHO merekomendasikan pil
progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil kontrasepsi.

C. Pengeluaran ASI
Dua factor yang terlibat dalam mengalirkan air susu dari sel-sel sekretorik ke papilla mammae.
a. Tekanan dari Belakang
Tekanan globuli yang baru terbentuk didalam sel akan mendorong globuli tersebut kedalam tubuli laktifer dan pengisapan oleh Bayi akan memacu sekresi air susu lebih banyak.
b. Refleks Neurohormonal
Apabila Bayi disusui, maka gerakan mengisap yang berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat didalm Glandula Pituitari Posterior. Akibat langsung refleks ini adalah dikeluarkannya Oksitoksin dari Pituitari Posterior, hal ini akan menyebabkan sel-sel Mioepitel disekitar Alveoli akan berkontraksi dan mendorong air susu masuk kedalam pembuluh Lactifer, dan dengan demikian lebih banyak air susu yang mengalir kedalam Ampula. Refleks ini dapat dihambat oleh adanya rasa sakit, misalnya Jahitan perineum. Dengan demikian penting untuk menempatkan Ibu dalam posisi yang nyaman, santai dan bebas dari rasa sakit, terutama pada jam-jam menyusukan anak. Sekresi Oksitoksin yang sama juga akan menyebabkan otot uterus berkontraksi dan membantu involusi uterus selama puerperium (masa nifas).

Kalau ASI tidak lancar, ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai berikut:

1. Penuhi kebutuhan nutrisi. Sebaiknya pada masa menyusui, ibu mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung gizi yang baik dan seimbang. Sebab hal ini bisa memperlancar dan memperbanyak produksi ASI.

2. Hilangkan gangguan psikologis yang sedang dialami, misalnya stres karena beban kerja yang terlalu berat di kantor atau masalah lain. Semakin stres, semakin berkurang produksi ASI. Faktor kejiwaan ini tidak hanya akan berpengaruh terhadap si ibu tapi juga bayinya karena konsumsi ASI menjadi berkurang.

3. Produksi ASI juga ditentukan oleh frekuensi bayi meminumnya. Semakin sering bayi menghisap ASI, produksi air susu makin banyak. Jika ibu bekerja, sebaiknya mereka memerah ASI sebelum pergi ke tempat kerja.

4. Lakukanlah perawatan payudara secara teratur dengan pemijatan sendiri.

5. Dukungan dari ayah juga sangat menentukan, terutama untuk menenangkan dan memberi dukungan kepada ibu. Karena itu, peran ayah sangat diperlukan guna mendukung ibu untuk terus memberikan ASI kepada bayinya. Dukungan semacam ini akan membuat ibu menjadi lebih tenang secara psikologis sehingga produksi ASI-nya juga melimpah.


D. Pemeliharaan ASI
Penyediaan berlangsung terus sesuai kebutuhan. Apabila Bayi tidak disusukan, maka tidak akan dimulai penyediaan air susu. Apabila seorang Ibu Bayi kembar menyusukan kedua Bayinya bersama, maka penyediaan air susu akan tetap cukup untuk kedua Bayi tersebut. Makin sering Bayi disusukan, penyediaan air susu Ibu juga makin baik. Tiga faktor penting untuk pemeliharaan laktasi adalah :
a. Rangsangan
Bayi yang minum air susu Ibu perlu sering menyusui, terutama pada hari-hari Neonatal awal. Penting bahwa Bayi Difiksasi. Pada payudara dengan posisi yang benar apabila diinginkan untuk meningkatkan rangsangan yang tepat. Rangsangan gusi Bayi sebaiknya berada pada kulit Aerola, sehingga tekanan diberikan kepada Ampulla yang ada dibawahnya sebagai tempat tersimpannya air susu. Dengan demikian Bayi minum dari payudara, dan bukan dari papila mammae. Apabila Ibu mengeluh rasa sakit, maka Bayi tidak terfiksasi secara benar.
Sebagai respon tehadap pengisapan, Prolaktin dikeluarkan dari Glandula Pituitari Anterior, dan dengan demikian memacu pembentukan air susu yang lebih banyak. Apabila karena suatu alasan tertentu Bayi tidak dapat menyusui sejak awal, maka Ibu dapat memeras air susu dari payudaranya dengan tangan atau menggunakan pompa payudara. Tetapi pengisapan oleh Bayi akan memberikan rangsangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kedua cara tersebut.
b. Fiksasi
Fiksasi Bayi (yaitu aposisi yang benar antara lidah dengan gusi Bayi terhadap Papila dan Aerola Mammae Ibu) merupakan seni yang perlu dipelajari peserta didik sebelum Mereka mencoba melatih Ibu-Ibu muda. Ibu, Bayi, dan Bidan yang mengajari perlu menemukan posisi yang nyaman untuk mencapai maksud ini dan mungkin perlu mencoba posisi yang berbeda-beda.
c. Pengosongan Sempurna Payudara
Bayi sebaiknya mengosongkan satu payudara sebelum diberikan payudara yang lain. Apabila Bayi tidak menosongkan payudara yang kedua, maka pada pemberian air susu yang berikutnya payudara kedua ini yang diberikan pertama kali. Atau Bayi mungkin sudah kenyang dengan satu payudara, maka payudara yang kedua digunakan pada pemberian air susu berikutnya. Apabila diinginkan agar Bayi benar-benar puas/ kenyang maka Bayi perlu diberikan baik air susu pertama maupun air susu kedua pada saat sekali minum. Hal ini hanya dapat dicapai dengan pengosongan sempurna pada satu payudara.
Penting bahwa Bayi minum air susu. Apabila Ia menginginkanya dan selama Ia ingin minum, maka penyediaan jangan sampai tidak cukup atau berlebihan. Apabila air susu yang diproduksi tidak dikeluarkan, maka Laktasi akan tertekan (mengalami hambatan) karena terjadi pembengkakkan Alveoli dan sel kelenjar tidak dapat berkontraksi. Air susu Ibu tidak dapat dipaksa masuk kedalam Duktus Lactifer. Tidak terlalu ditekankan disini bahwa memberikan air susu Ibu saat dibutuhkan dan melakukan Stipping Payudara setiap menyusukan anak juga penting untuk memelihara laktasi. Rutinitas dan pola minum air susu Ibu akan terbentuk dan minumannya akan lebih jarang apabila laktasi telah berfungsi penuh.

Berikut ini kiat masase payudara yg dapat anda praktekkan sejak hari ke-2 usai persalinan, sebanyak 2 kali sehari.

Cucilah tangan sebelum memasase. Lalu tuangkan minyak ke dua belah telapak tangan secukupnya. Pengurutan dimulai dengan ujung jari, caranya :

Sokong payudara kiri dengan tangan kiri. Lakukan gerakan kecil dengan dua atau tiga jari tangan kanan, mulai dari pangkal payudara dan berakhir dengan gerakan spiral pada daerah putting susu



Selanjutnya buatlah gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan berakhir pada putting susu di seluruh bagian payudara. Lakukan gerakan seperti ini pada payudara kanan.


Gerakan selanjutnya letakkan kedua telapak tangan di antara dua payudara. Urutlah dari tengah ke atas sambil mengangkat kedua payudara dan lepaskan keduanya perlahan. Lakukan gerakan ini kurang lebih 30 kali. Variasi lainnya dalah gerakan payudara kiri dengan kedua tengan, ibu jari di atas dan empat jari lainnya di bawah. Peras dengan lembut payudara sambil meluncurkan kedua tangan ke depan ke arah puting susu. Lakukan hal yg sama pada payudara kanan.

Lalu cobalah posisi tangan paralel. Sangga payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal payudara ke arah puting susu. Lakukan gerakan ini sekitar 30 kali. Setelah itu, letakkan satu tangan di sebelah atas dan satu lagi di bawah payudara. Luncurkan kedua tangan secara bersamaan ke arah putting susu dengan cara memutar tangan. Ulangi gerakan ini sampai semua bagian payudara terkena urutan.


Semua gerakan itu bermanfaat melancarkan refleks pengeluaran ASI. Selain itu juga merupakan cara efektif menigkatkan volume ASI. Terakhir yg tak kalah penting, mencegah bendungan pada payudara.


E. Air Susu Ibu
Air susu ibu (ASI) adalah cairan kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh bayi. Dalam ASI terkandung berbagai zat yang penting untuk tumbuh kembang bayi. Terutama ASI yang keluar pertama kali (colostrums) yang mengandung zat penting untuk kekebalan tubuh.

Namun, tidak semua ibu memahami tentang pentingnya ASI. Di antara mereka masih ada yang enggan menyusui anak sendiri dengan berbagai alasan. Misalnya takut tubuh menjadi gemuk, tidak punya waktu, dan berbagai alasan lainnya.
a.Komposisi ASI
Kandungan colostrum berbeda dengan air susu yang mature, karena colostrum mengandung berbeda dengan air susu yang mature, karena colostrum dan hanya sekitar 1% dalam air susu mature, lebih banyak mengandung imunoglobin A (Iga), laktoterin dan sel-sel darah putih, terhadap, yang kesemuanya sangat penting untuk pertahanan tubuh bayi, terhadap serangan penyakit (Infeksi) lebih sedikit mengandung lemak dan laktosa, lebih banyak, mengandung vitamin dan lebih banyak mengandung mineral-mineral natrium (Na) dan seng (Zn).
Berdasrkan sumber dari food and Nutrition Boart, National research Council Washington tahun 1980 diperoleh perkiraan komposisi Kolostrum ASI dan susu sapi untuk setiap 100 ml seperti tertera pada tabel berikut: (4)






Tabel 1
Komposisi Kolostrum, ASI dan susu sapi untuk setiap 100 ml




Zat-zat Gizi Kolostrum ASI Susu Sapi
Energi (K Cal)
Protein (g)
- Kasein/whey
- Kasein (mg)
- Laktamil bumil (mg)
- Laktoferin (mg)
- Ig A (mg)

Laktosa (g)
Lemak (g)
Vitamin
- Vit A (mg)
- Vit B1 (mg)
- Vit B2 (mg)
- Asam Nikotinmik (mg)
- Vit B6 (mg)
- Asam pantotenik
- Biotin
- Asam folat
- Vit B12
- Vit C
- Vit D (mg)
- Vit Z
- Vit K (mg)

Mineral
- Kalsium (mg)
- Klorin (mg)
- Tembaga (mg)
- Zat besi (ferrum) (mg)
- Magnesium (mg)
58
2,3
140
218
330
364
5,3
2,9
151
1,9
30
75
-
183
0,06
0,05
0,05
5,9
-
1,5
-
39
85
40
70
4
14
74
48
22 70
0,9
1 : 1,5
187
161
167
142
7,3
4,2
75
14
40
160
12-15
246
0,6
0,1
0,1
5
0,04
0,25
1,5
35
40
40
100
4
15
57
15
14 65
3,4
1 : 1,2
-
-
-
-
4,8
3,9
41
43
145
82
64
340
2,8
,13
0,6
1,1
0,02
0,07
6
130
108
14
70
12
120
145
58
30


b. Manajemen Laktasi
manajemen laktasi adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa menyusui selanjutnya.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut
a. Pada masa Kehamilan (antenatal)
- Memberikan penernagan dan penyuluhan tentang manfaat dan keunggulan ASI, manfaat menyusui baik bagi ibu maupun bayinya, disamping bahaya pemberian susu botol.
- Pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara/keadaan putting susu, apakah ada kelainan atau tidak. Disamping itu perlu dipantau kenaikan berat badan ibu hamil.
- Perawatan payudara mulai kehamilan umur enam bulan agar ibu mampu memproduksi dan memberikan ASI yang cukup.
- Memperhatikan gizi/makanan ditambah mulai dari kehamilan trisemester kedua sebanyak 1 1/3 kali dari makanan pada saat belum hamil.
- Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keluarga terutama suami kepada istri yang sedang hamil untuk memberikan dukungan dan membesarkan hatinya.
b. Pada masa segera setelah persalinan (prenatal)
- Ibu dibantu menyusui 30 menit setelah kelahiran dan ditunjukkan cara menysui yang baik dan benar, yakni: tentang posisi dan cara melakatkan bayi pada payudara ibu.
- Membantu terjadinya kontak langsung antara bayi-ibu selama 24 jam sehari agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal.
- Ibu nifas diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000S1) dalam waktu dua minggu setelah melahirkan.
c. Pada masa menyusui selanjutnya (post-natal)
- Menyusui dilanjutkan secara ekslusif selama 4 bulan pertama usia bayi, yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan/minuman lainnya.
- Perhatikan gizi/makanan ibu menyusui, perlu makanan 1 ½ kali lebih banyak dari biasa dan minum minimal 8 gelas sehari.
- Ibu menyusui harus cukup istirahat dan menjaga ketenangan pikiran dan menghindarkan kelelahan yang berlebihan agar produksi ASI tidak terhambat.
- Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting untuk menunjang keberhasilan menyusui.
- Rujuk ke Posyandu atau Puskesmas atau petugas kesehatan apabila ada permasalahan menysusui seperti payudara banyak disertai demam.
- menghubungi kelompk pendukung ASI terdekat untuk meminta pengalaman dari ibu-ibu lain yang sukses menyusui bagi mereka.
- Memperhatikan gizi/makanan anak, terutama mulai bayi 4 bulan, berikan MP ASDI yang cukup baik kuantitas maupun kualitas.
c. keuntungan ASI
1.Keuntungan untuk bayi:
• ASI adalah makanan alamiah yang disediakan untuk bayi anda. Dengan komposisi nutrisi yang sesuai untuk perkembangan bayi sehat.

• ASI mudah dicerna oleh bayi.

• Jarang menyebabkan konstipasi.

• Nutrisi yang terkandung pada ASI sangat mudah diserap oleh bayi.

• ASI kaya akan antibody(zat kekebalan tubuh) yang membantu tubuh bayi untuk melawan infeksi dan penyakit lainnya..

• ASI dapat mencegah karies karena mengandung mineral selenium.

• Dari suatu penelitian di Denmark menemukan bahwa bayi yang diberikan ASI samapi lebih dari 9 bulan akan menjadi dewasa yang lebih cerdas. Hal ini diduga karena Asi mengandung DHA/AA.

• Bayi yang diberikan ASI eksklusif samapi 4 bln akan menurunkan resiko sakit jantung bila mereka dewasa.

• ASI juga menurunkan resiko diare, infeksi saluran nafas bagian bawah, infeksi saluran kencing, dan juga menurunkan resiko kematian bayi mendadak.

• Memberikan ASI juga membina ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi.


2.Keuntungan untuk ibu:
• Memberikan ASI segera setelah melahirkan akan meningkatkan kontraksi rahim, yang berarti mengurangi resiko perdarahan.

• Memberikan ASI juga membantu memperkecil ukuran rahim ke ukuran sebelum hamil.

• Menyusui (ASI) membakar kalori sehingga membantu penurunan berat badan lebih cepat.

• Beberapa ahli menyatakan bahwa terjadinya kanker payudara pada wanita menyusui sangat rendah.

Karena begitu besar manfaat dari ASI maka WHO dan UNICEF menganjurkan agar para ibu memberikan ASI EKSKLUSIF yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan pendamping hingga bayi berusia 6 bulan.

Begitu banyak keuntungan yang diberikan Air Susu Ibu baik untuk ibu maupun bayi. Berikanlah Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi anda sebagai hadiah terindah dalam menyambut kelahirannya.
3. Manfaat ASI bagi keluarga :
Dengan meneteki, pengeluaran untuk makanan
bayi relatif sangat kecil, sementara jika memberi
makanan buatan kepada bayi dapat menghabiskan
sekitar 20–90% dari pendapatan keluarga. Biaya
untuk membeli 1 kaleng susu formula (saat ini
berharga sekitar Rp. 100.000/400 gr yang akan
habis dalam waktu 3 hari, dalam 1 bulan seorang
bayi memerlukan sekitar 8 kaleng x Rp. 100.000 =
Rp. 800.000–Rp 1.000.000,- bila tidak mendapat
ASI dari ibunya. Hal ini jelas sangat
mempengaruhi jatah makan keluarga se hari-hari.
4. Manfaat ASI bagi Masyarakat
Meneteki/memberi ASI kepada bayi sangat
penting untuk mengatasi masalah kelaparan. Pada
kebanyakan masyarakat, banyak keluarga dan
individu tidak mempunyai makanan yang cukup,
oleh karena itu sering menderita kelaparan.
Dengan meneteki dapat memberi jaminan pangan
yang sangat penting bagi keluarga yang
mengalami kekurangan pangan dalam situasi
darurat.
Para Ibu harus yakin bahwa mereka dapat
memberikan makanan yang terbaik bagi bayi
mereka. Bahkan Ibu yang kelaparan karena tidak
mampu membeli makanan mereka setiap hari
masih dapat memberi ASI lebih sering dari pada
ibu yang mendapat makanan cukup.
Selain itu, bayi yang mendapat ASI memiliki IQ
lebih tinggi dari yang tidak mendapat, maka
masyarakat akan diuntungkan. Ibu lebih sehat dan
biaya untuk kesehatan lebih kecil.
Meneteki/memberi ASI merupakan cara terbaik
untuk meningkatkan kelangsungan hidup anak.
5.Manfaat ASI bagi lingkungan
Kita hidup di dunia yang penuh polusi. Dengan
meneteki/memberi ASI, tidak menimbulkan
sampah; setiap ibu yang meneteki dapat
mengurangi masalah polusi dan sampah. Dengan
meneteki/memberi ASI tidak membutuhkan lahan,
air, metal, plastik dan minyak yang semuanya dapat
merusak lingkungan, Dengan demikian,
meneteki/memberi ASI dapat melindungi
lingkungan hidup kita.
Kita pertimbangkan beberapa fakta berikut ini :
• Jika setiap bayi di Amerika diberi ASI, akan
menghemat sekitar 86.000 kaleng susu yang
seharusnya dapat digunakan untuk membuat
550 juta kaleng susu; dan 1.230 ton kertas
(label susu kaleng )
• Makanan botol, kempeng dan peralatan
lainnya, membutuhkan plastik, karet dan
silikon. Tahun 1987 misalnya 4,5 juta botol
susu hanya di Pakistan. Jumlah untuk setiap
bayi bahkan lebih besar di negara industri.
Sampah ini menghabiskan sumber daya alam
dan menambah masalah pembuangan sampah.
• Air untuk susu buatan, botol dan dot harus
disterilisasi terlebih dahulu sebelum
digunakan. Untuk itu diperlukan sekitar 200
gr kayu untuk memanaskan 1 liter air; dalam 1
tahun bayi yang diberi makanan buatan akan
menghabiskan paling sedikit sekitar 73 kg
kayu.
• Selain air, peralatan dapur untuk menyiapkan
susu formula merupakan sumber kontaminasi
yang perlu diwaspadai.
• Pada tahun 70’an, perawat kesehatan
masyarakat di Canada menurunkan tingkat
timah hitam pada bayi yang berasal dari sodder
timah hitam dari panci listrik yang digunakan
untuk mendidihkan air untuk mengencerkan
susu formula.

BAB III
PENUTUP



A. KESIMPULAN
- Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik bagi bayi yang harus diberikan pada bayi sampai bayi berusia 4 bulan tanpa makanan pendamping.
- Adanya kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar persentase ASI secara Eksklusif.
- Masih rendahnya tingkat pengetahuan ibu-ibu tentang pemberian ASI.

B. SARAN
- Perlu peningkatan penyuluhan kesehatan secara umum khususnya tentang ASI dan menyusui kepada masyarakat, khususnya kepada ibu hamil tentang gizi dan perawatan payudara selama masa kehamilan, sehingga produksi ASI cukup.
- Perlu ditingkatkan peranan tenaga kesehatan baik di rumah sakit, klinik bersalin, Posyandu di dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk kepada ibuhami, ibu baru melahirkan dan ibu menyusui tentang ASI dan menyusui.


DAFTAR PUSTAKA
Arisman, Dr. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Palembang:2002.

www.google.com /” Breastfeeding and Food Security ”; WABA Activity Sheet 10 oleh Lucia V. Pardede, SKM, MSc.; Jakarta, 25 Oktober 2008

www.google.com /Dr.Suririnah-www.InfoIbu.com

5 Ways to Wellbeing

5 Ways to Wellbeing

5 Ways to Wellbeing
The start of a new year is the perfect excuse to take time to focus on yourself and even jump start some lifestyle changes. Reflect on the past year and set self-improvement goals for yourself. While the task might seem daunting, you can easily pinpoint an area or two of focus and then select easily implemented, easily achievable goals. For example, try focusing on health and personal wellbeing. Lay out goals for yourself that you can achieve each day, such as exercising for 30 minutes, rather than the perhaps overwhelming goal of losing ‘x’ number of kilos or pounds.
Here are some health tips for the new year, all of which are suggestions anyone can implement to start 2011 on the path to wellness:
1. Get sleep
Study after study has shown that most people do not get enough sleep, especially women. Sleep is non-negotiable if you want to be healthy, active, alert and productive. Set your schedule each day to give yourself an ample amount of sleep for the night and stick to it.
2. Watch your saturated fat and sodium intake
People are quick to glance at the total fat in foods, but what really should be of concern is saturated fat and sodium. Most people are unaccustomed to being aware of their sodium intake, but sodium sneaks into just about every processed food, and especially food in restaurants. High amounts of both saturated fat and sodium are unhealthy, so make it a point to start checking nutrition facts for those two saboteurs.
3. Floss
Flossing is one of the easiest health routines to incorporate into a day (or night), but surprisingly few people floss regularly. Flossing keeps gums healthy and, although it seems nonsensical, actually protects against heart disease. This is because flossing prevents gum disease, which often leads to heart disease. Keep your smile, mouth and heart healthy and take a couple minutes before bed each night to floss.
4. Enjoy your exercise
Many people see exercise as a job or a chore, and as a result, they dread doing it, if they even do it at all. Keep your exercise fun, and you will be more likely to work out regularly. Try physical experience days such rock climbing, and you could become so enamoured of new hobbies they turn into 21st birthday present ideas.
5. Take time to relax
We women make list upon list and triple book our schedules, but the most important time of the day is the time we take for ourselves. If you have to schedule it in, do it, but leave yourself at least half an hour, perhaps when coming home from work or before going to bed, when you take ‘you time’ to, say, enjoy a bath or start a novel.

Etymology

Etymology

Early historical perspective


In ancient Egypt, midwifery was a recognized female occupation, as attested by the Ebers papyrus which dates from 1900 to 1550 BCE. Five columns of this papyrus deal with obstetrics and gynecology, especially concerning the acceleration of parturition and the birth prognosis of the newborn. The Westcar papyrus, dated to 1700 BCE, includes instructions for calculating the expected date of confinement and describes different styles of birth chairs. Bas reliefs in the royal birth rooms at Luxor and other temples also attest to the heavy presence of midwifery in this culture.[6]
Midwifery in Greco-Roman antiquity covered a wide range of women, including old women who continued folk medical traditions in the villages of the Roman Empire, trained midwives who garnered their knowledge from a variety of sources, and highly trained women who were considered female physicians.[7] However, there were certain characteristics desired in a “good” midwife, as described by the physician Soranus of Ephesus in the 2nd century. He states in his work, Gynecology, that “a suitable person will be literate, with her wits about her, possessed of a good memory, loving work, respectable and generally not unduly handicapped as regards her senses [i.e., sight, smell, hearing], sound of limb, robust, and, according to some people, endowed with long slim fingers and short nails at her fingertips.” Soranus also recommends that the midwife be of sympathetic disposition (although she need not have borne a child herself) and that she keep her hands soft for the comfort of both mother and child.[8] Pliny, another physician from this time, valued nobility and a quiet and inconspicuous disposition in a midwife.[9] A woman who possessed this combination of physique, virtue, skill, and education must have been difficult to find in antiquity. Consequently, there appears to have been three “grades” of midwives present in ancient times. The first was technically proficient; the second may have read some of the texts on obstetrics and gynecology; but the third was highly trained and reasonably considered a medical specialist with a concentration in midwifery.[9]
Midwives were known by many different titles in antiquity, ranging from iatrinÄ“ (Gr. nurse), maia (Gr., midwife), obstetrix (Lat., obstetrician), and medica (Lat., doctor) (.[10] It appears as though midwifery was treated differently in the Eastern end of the Mediterranean basin as opposed to the West. In the East, some women advanced beyond the profession of midwife (maia) to that of gynaecologist (iatros gynaikeios, translated as women's doctor), for which formal training was required. Also, there were some gynecological tracts circulating in the medical and educated circles of the East that were written by women with Greek names, although these women were few in number. Based on these facts, it would appear that midwifery in the East was a respectable profession in which respectable women could earn their livelihoods and enough esteem to publish works read and cited by male physicians. In fact, a number of Roman legal provisions strongly suggest that midwives enjoyed status and remuneration comparable to that of male doctors.[8] One example of such a midwife is Salpe of Lemnos, who wrote on women’s diseases and was mentioned several times in the works of Pliny.[9]
However, in the Roman West, our knowledge of practicing midwives comes mainly from funerary epitaphs. Two hypotheses are suggested by looking at a small sample of these epitaphs. The first is the midwifery was not a profession to which freeborn women of families that had enjoyed free status of several generations were attracted; therefore it seems that most midwives were of servile origin. Second, since most of these funeral epitaphs describe the women as freed, it can be proposed that midwives were generally valued enough, and earned enough income, to be able to gain their freedom. It is not known from these epitaphs how certain slave women were selected for training as midwives. Slave girls may have been apprenticed, and it is most likely that mothers taught their daughters.[8]
The actual duties of the midwife in antiquity consisted mainly of assisting in the birthing process, although they may also have helped with other medical problems relating to women when needed. Often, the midwife would call for the assistance of a physician when a more difficult birth was anticipated. In many cases the midwife brought along two or three assistants.[11] In antiquity, it was believed by both midwives and physicians that a normal delivery was made easier when a woman sat upright. Therefore, during parturition, midwives brought a stool to the home where the delivery was to take place. In the seat of the birthstool was a crescent-shaped hole through which the baby would be delivered. The birthstool or chair often had armrests for the mother to grasp during the delivery. Most birthstools or chairs had backs which the patient could press against, but Soranus suggests that in some cases the chairs were backless and an assistant would stand behind the mother to support her.[8] The midwife sat facing the mother, encouraging and supporting her through the birth, perhaps offering instruction on breathing and pushing, sometimes massaging her vaginal opening, and supporting her perineum during the delivery of the baby. The assistants may have helped by pushing downwards on the top of the mother's abdomen.
Finally, the midwife received the infant, placed it in pieces of cloth, cut the umbilical cord, and cleansed the baby.[9] The child was sprinkled with “fine and powdery salt, or natron or aphronitre” to soak up the birth residue, rinsed, and then powdered and rinsed again. Next, the midwives cleared away any and all mucus present from the nose, mouth, ears, or anus. Midwives were encouraged by Soranus to put olive oil in the baby’s eyes to cleanse away any birth residue, and to place a piece of wool soaked in olive oil over the umbilical cord. After the delivery, the midwife made the initial call on whether or not an infant was healthy and fit to rear. She inspected the newborn for congenital deformities and testing its cry to hear whether or not it was robust and hearty. Ultimately, midwives made a determination about the chances for an infant’s survival and likely recommended that a newborn with any severe deformities be exposed.[8]
A 2nd-century terracotta relief from the Ostian tomb of Scribonia Attice, wife of physician-surgeon M. Ulpius Amerimnus, details a childbirth scene. Scribonia was a midwife and the relief shows her in the midst of a delivery. A patient sits in the birthing chair, gripping the handles and the midwife’s assistant stands behind her providing support. Scribonia sits on a low stool in front of the woman, modestly looking away while also assisting the delivery by dilating and massaging the vagina, as encouraged by Soranus.[9]
The services of a midwife were not inexpensive; this fact that suggests poorer women who could not afford the services of a professional midwife often had to make do with female relatives. Many wealthier families had their own midwives. However, the vast majority of women in the Greco-Roman world very likely received their maternity care from hired midwives. They may have been highly trained or only possessed a rudimentary knowledge of obstetrics. Also, many families had a choice of whether or not they wanted to employ a midwife who practiced the traditional folk medicine or the newer methods of professional parturition.[8] Like a lot of other factors in antiquity, quality gynecological care often depended heavily on the socioeconomic status of the patient.
During the Christian era in Europe, midwives became important to the church due to their role in emergency baptisms, and found themselves regulated by Roman Catholic canon law.[12] In Medieval times, childbirth was considered so deadly that the Christian Church told pregnant women to prepare their shrouds and confess their sins in case of death. The Church pointed to Genesis 3:16 as the basis for pain in childbirth, where Eve's punishment for her role in disobeying God was that he would "multiply thy sorrows, and thy conceptions: in sorrow shalt thou bring forth children." A popular medieval saying was, "The better the witch; the better the midwife"; to guard against witchcraft, the Church required midwives to be licensed by a bishop and swear an oath not to use magic when assisting women through labour.[13]